BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Topografi adalah bentuk permukaan tanah
dilihat dari kemiringan lereng dan beda tinggi. Topografi berpengaruh terhadap
aliran air dipermukaan tanah (runoff) dan erosi. Kemiringan lereng adalah unsur
topografi, makin mereng lereng mamin besar laju runoff makin besar erosi. Jika
kemiringn lereng meningkt 2 kali maka erosi meningkat 2-2,5 kali (Arsyad, 2000).
Unsur topografi lainnya panjang kereng. Pengaruh panjang lereng ditentukan juga
oleh intensitas hujan. Erosi meningkat dengan meningkatnya panjang lereng untuk
intensitas hujan tinggi, jik intensitas hujan rendah erosi menurun (Baver,
1956). Jika runoff terjadi disepanjang lereng, laju runoff pada lereng bagian
bawah makin besar, akibatnya akumousi runoff makin besar.
Kartasapoetra (1986) mengatakan Kemiringan lereng
mempengaruhi erosi melalui runoff.
Kemiringan lereng (slope) merupakan suatu unsur topografi dan faktor
erosi. Kemiringan lereng terjadi akibat
perubahan permukaan bumi diberbagai tempat yang disebabkan oleh gaya-gaya
eksogen dan endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan letak
ketinggian titik-titik di atas permukaan bumi.
Kemiringan lereng menunjukan besarnya sudut lereng dalam
persen atau derajat. Dua titik yang
berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih tinggi 10 meter membentuk
lereng 10 %. Kecuraman lereng 100% sama
dengan kecuraman 45 derajat. Selain dari
memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya lereng juga memperbesar
energi angkut air. Jika kemiringan
lereng semakin besar, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bawah
oleh tumbukan butir hujan akan semakin banyak.
Hal ini disebabkan gaya berat yang semakin besar sejalan dengan semakin
miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas
yang tererosi akan semakin banyak. Jika
lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam, maka banyaknya erosi per
satuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih banyak (Arsyad, 2000).
Wiradisastra (1999) melaporkan bahwa lereng mempengaruhi
erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang lereng. Lahan dengan
kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki pengaruh gaya berat (gravity)
yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam
(15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar
sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan persyaratan mutlak
terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan (transportation), dan
pengendapan (sedimentation).
Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh
gaya berat dalam memindahkan bahan-bahan yang terlepas meninggalkan lereng semakin
besar pula. Jika proses tersebut terjadi
pada kemiringan lereng lebih dari 8%, maka aliran permukaan akan semakin
meningkat dalam jumlah dan kecepatan seiring dengan semakin curamnya lereng. Berdasarkan hal tersebut, diduga penurunan
sifat fisik tanah akan lebih besar terjadi pada lereng 30-45%. Hal ini disebabkan pada daerah yang berlereng
curam (30-45%) terjadi erosi terus menerus sehingga tanah-tanahnya bersolum
dangkal, kandungan bahan organik rendah, tingkat kepadatan tanah yang tinggi,
serta porositas tanah yang rendah dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah
datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan
lereng juga menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan
sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut (Hardjowigeno,
1993).
Land use adalah kelompok tumbuhan/ tanaman yang tumbuh pada
suatu lahan menurut status peruntukan pada lahan. Termasuk tipe land use:
kebun, ladang, padang rumput, hujan, semak belukar, lahan terbuka, dll.
Vegetasi adalah kelompok tumbuhan / tanaman yang tumbuh pada suatu lahan
menurut karakteristiknya menutup permukaan tanah. Termasuk tipe vegetasi: lahan
terbuka, padang alang-alang, padang rumput, semak belukar, hutan, kebun sayur,
kebun sawit, karet,dll. Land use atau vegetasi merupakan faktor erosi. Dari
segi erosi, peran faktor ini sama.
Pengaruh vegetasi terhadap erosi: 1) intensepsi air pada
tajuk,2) melindungi tanah dari pukulan air hujan, 3) mengurangi laju dan
kekuatan runoff, 4) akar tanaman meningkatkan poroositas tanah, 5) memberi
mulsa dan bahan organik pada tanah. Pengaruh vegetasi juga tergantung pada pase
budidaya tanaman seperti fase persiapan lahan, fase pertumbuhan awal, fase
pertumbuhan vegetatif maksimal, msa panen dn masa bera. Efektifitas vegetasi
dipengarui jug oleh tipe tajuk seperti: daun lebar, daun sempit, tumbuhan
tegak, mermbat, persen komunitas tanam.
1.2
Tujuan
Pratikum ini bertujuan untuk :
1.
Mengukur panjang lereng dan kemiringan lereng pada
tipe land use, mengamati dan mencatat data lingkungan sekitar
2.
Mengambil sampel tanah dengan ring sampel (andisturb
sample) dn sampel tanah terganggu (disturb sample)
3.
Sebagai persiapan data dalam acara 3.
BAB II
METODELOGI
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
jumat, jam 08.00 wib sampai dengan selesai di laboratorium ilmu tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu.
2.1.
Bahan dan Alat
Cangkul, klinometer, meter gulung,
mistar, ring sample, kantong plastik, karet, pisau lapangan, alat tulis.
2.2.
Metodelogi
1.
Mahasiswa dibagi dalam beberapa
kelompok atau pershif
2.
Masing-masing kelompok mengmbil data
pada tife land use, seperti: mengukur persen kemiringan lereng, pnjang lereng,
mengambil contoh tnah dengn ring sampel dan contoh tanah biasa.
3.
Mengamati lingkungan sekitar,
seperti: usaha konservasi, topogrfi, perkiran persen rumput menutupi permukaan
tanah.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Hasil Penilaian
Tabel 1. Klasifikasi nama topografi
menurut sudut lereng dan beda tinggi.
No
|
Topografi
|
Sudut lereng
|
Beda tinggi
|
1
|
Datar
|
0-2
|
<5
|
2
|
Berombak
|
3-7
|
6-50
|
3
|
Bergelombang
|
8-15
|
51-75
|
4
|
Berbukit Lemah
|
16-30
|
76-200
|
5
|
Berbukit Kuat
|
31-60
|
201-500
|
6
|
Bergunung
|
>60
|
>500
|
Tabel 2. Hasil pengukuran kelerengan
pada tipe land use
No
|
Tipe land use
|
Lereng (%)
|
Panjang Lereng L (m)
|
Unsur Konservasi P
|
Topografi
|
Perkiraan % rumput menutup permukaan tanah
|
1
|
Hutan
|
30% (200)
|
10
|
1
|
Bergelombang
|
20%
|
2
|
Kebun Sawit
|
30 % (260)
|
27
|
sering dibawahnya
|
Berombok
|
45%
|
3
|
Lahan Semi Terbuka
|
70% (400)
|
1
|
1
|
Bergelombang
|
1%
|
3.2.
Pembahasan
Mengetahui besar kemiringan lereng adalah penting untuk perencanaan dan
pelaksanaan berbagai kebutuhan pembangunan, terutama dalam bidang konservasi
tanah dan air antara lain sebagai sebagai suatu faktor yang mengendalikan erosi
dan menentukan kelas kemampuan lahan.
Informasi relief ini diperlihatkan dengan menggambarkan garis-garis kontur
secara renggang. Informasi relief secara absolut diperlihatkan dengan cara
menuliskan nilai kontur yang merupakan ketinggian garis tersebut diatas suatu
bidang acuan tertentu. Bidang acuan yang
umum digunakan adalah bidang permukaan laut rata-rata. Untuk dapat menggambarkan bentuk relief
permukaan bumi secara akurat, dapat ditempuh dengan menggambarkan garis kontur
secara rapat sehingga relief yang kecil pun dapat digambarkan dengan baik. Untuk itu, interval kontur harus dibuat sekecil
mungkin (Purwohardjo, 1986).
Pengukuran kelerengan pada tipe land use diambil dari 3 titik sampel yang
pertama hutan dengan lereng 30% dengan panjang lereng sekitr 10 m. Usaha
konservasi yng dilakukan pada hutan ini tidak ada yang artinya memiliki nilai 1
dengn bentuk topografi bergelombang. Kelompok land use atan tumbuhn yang adalah
hutan tersebut seperti semak belukar, pohon dan rumput. Perkiraan % rumput
menutup permukaan tanah yang ada didalam hutan adalah 20%. Dalam titik sampel
yang pertama ini masih dapat melingdungi tanah dari pukulan air hujan.
Titik sampel yang kedua dengan pengukurn yang dilakukan dibwah kebun sawit
dengan kelerengan 30% dan panjang lereng 27 m. Usha konservasi yang dilakukan
untuk menghalangi air hujan mengangkut tanaha dengan menggunakan parit atau
sirign dibawah nya. Topografi berombak dengan perkiraan rumput menutup
permukaan tanah 45% ini berarti masih rapat rumput yang terdapat dibawah sawit
menutup tanah.
Titik sample yang terakhir adalah lahan semi terbuka dengan keadaan lereng
70% dan panjang lereng sekitar 1 meter. Namun di titik sampel yang ketiga ini
belum dilakukan usaha konservasi sehingga terjadinya erosi yang berkelanjutan
sedewasa ini banyaknya tanah yang terkikis dan membentuk parit akibat dibawah
air hujan. Topografi dititik sample ke 3 ini bergelombang denga penutup tanah
yang adalah hanya 1 % dan ini juga yang menyebabkan tanah banyak yang terbawah.
Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang
lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki pengaruh
gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan
lereng agak curam (15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini disebabkan gaya berat semakin
besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang
horizontal. Gaya berat ini merupakan
persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999).
Dalam hasil penelitian Fitri (2011) ia melaporkan bahwa perhitungan
besarnya erosi yang terjadi menunjukkan bahwa semakin besar kemiringan lereng,
erosi yang terjadi juga semakin besar. Tingkat bahaya erosi pada lahan hutan
sangat rendah pada semua kelerengan, sedangkan penggunaan lahan untuk kebun
campuran, tegalan dan semak belukar menunjukkan bahwa pada lahan dengan
kelerengan 0-3% memiliki tingkat bahaya erosi rendah, pada kelerengan 3-8%
memiliki tingkat bahaya erosi sedang, sedangkan pada kelerengan 8-15% tingkat
bahaya erosi juga sedang.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Pengukuran panjang lereng dan
kemiringan lereng pada tipe land use dilakukan pada tiga titik sample yang
pertama di dalam hutan, kebun sawit, dan lahan semi terbuka dengan menggunkan alat
seperti klinometer, dll. Serta mengamati lingkungan sekitar seperti vegetasi
penutup tanah. Dari ketiga sample dibawah sample tanah kemudian dibawah
kelaboratorium. Perhitungan besarnya erosi yang terjadi menunjukkan bahwa
semakin besar kemiringan lereng, erosi yang terjadi juga semakin besar
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,
S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Fitri,
R. 2011. Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Berbasis Land Use Dan Land Slope Di Sub
Das Krueng Simpo. Lentera. Vol. 11. No: 1.
Hardjowigeno,
S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.
Kartasapoetra,
A. Gunarsih. 1986. Klimatologi: Pengaruh Iklim TerhadapTanah dan Tanaman. Bumi
Aksara. Jakarta.
Purwohardjo,
U.U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri C-Pengukuran Topografi. Jurusan Teknik Geodesi
ITB. Bandung.
Salim,
E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.
Wiradisastra.
1999. Geomorfologi dan Analisis Lanskap. Laboratorium Penginderaan Jauh dan
Kartografi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
EmoticonEmoticon