BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari
atau dikatakan iklim adalah merupakan rata-rata cuaca, yaitu harga rata-rata
cuaca selama 30 tahun yang merupakan persetujuan internasional. Iklim disusun
oleh unsur-unsur yang sama dengan yang menyusun cuaca. Untuk mencari harga
rata-rata ini tergantung pada kebutuhan dan keadaan. Hanya perlu diketahui
untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan iklim harus mendasarkan pada harga
normal, yaitu harga rata-rata cuaca selama 30 tahun. Oleh karena iklim dari
suatu tempat disusun oleh unsur-unsur yang variasinya besar, maka hampir tidak
mungkin untuk dua tempat mempunyai iklim yang identik. Sebetulnya hampir tidak
terbatas jumlah iklim di permukaan bumi ini yang memerlukan penggolongan dalam
suatu kelas atau tipe. Perlu diketahui bahwa semua klasifikasi iklim itu buatan
manusia sehingga masing-masing ada kebaikannya dan ada keburukannya. Hanya saja
yang jelas mereka mempunyai persamaan tujuan yaitu berusaha untuk
menyederhanakan jumlah iklim lokal yang tidak terbatas jumlahnya itu menjadi
golongan yang jumlahnya relatif sedikit, yaitu kelas-kelas yang mempunyai sifat
yang penting yang bersamaan (Wisnubroto, et al., 1983).
Perubahan iklim dari waktu ke waktu menjadi masalah bagi
semua kalangan manusia di bumi ini. Menurut Susandi (2002) perubahan iklim
global telah dan akan terus terjadi sejalan dengan peningkatan aktivitas
manusia. Perbedaan jenis iklim antara daerah satu dengan daerah lain juga akan
mengakibatkan perbedaan pada aktivitas manusianya misalnya saja dalam
pertanian, perkebunan hingga aktivitas transportasi. Menurut Irianto (2003)
dijelaskan bahwa dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola ataupun
siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan, maupun siklus beberapa tahunan.
Selain perubahan yang berpola dan bersiklus, aktifitas manusia juga menyebabkan
pola iklim berubah secara berkelanjutan baik dalam skala global maupun skala
lokal.
Kegiatan pertanian sangat ditentukan oleh kondisi iklim
setempat oleh sebab itu Akhmad dan Dina (2012) menyampaikan bahwa faktor iklim
merupakan faktor yang sulit untuk dikendalikan, sehingga iklim menjadi salah
satu faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan waktu dan pola
tanam serta variasi tanaman yang sesuai dengan pola iklim di daerah yang
bersangkutan. Penyesuaian tersebut didasarkan pada identifikasi dan pemahaman
terhadap kondisi iklim dan kesesuaian lahan yang tepat terhadap komoditas
tanaman. Untuk menyesuaikan pola tanam di bidang pertanian dapat dilakukan
dengan cara mengenal tipe iklim di suatu wilayah.
Iklim merupkan keadaan rata-rata cuaca dalam waktu panjang.
Setiap tempat dapat mempunyai iklim yang berbeda dengan tempat lainnya sesuai
dengan kondisi masing-masing unsur-unsur iklim. Ada bergam klasifikasi iklim
dan ia dinamai sesuai dengan ahli yang mengembangkannya. Contoh yang umum
dikenal adalah koppen, schmith dan ferguson, oldemaann, mohr dan lainya (Team
Penyusun Agroklomatologi, 2016)
Di Indonesia sudah banyak ahli yang membuat tipe klasifikasi
iklim di Indonesia, antara lain Schmidth Ferguson (1951), Koppen, Mohr dan
lain-lain yang hampir semuanya didasarkan pada unsur curah hujan. Pulau Jawa merupakan
distribusi terbesar bagi sektor pangan di Indonesia. Sedangkan luas wilayah
Priangan sebesarseperenam luas wilayah Pulau Jawa. Untuk mengetahui sistem pola
tanam di wilayah Priangan maka dilakukan klasifikasi iklim di wilayah tersebut
dengan menggunakan metode Oldeman karena cocok untuk komoditas tanaman pangan
yaitu padi dan palawija. Pada metode ini unsur iklim yang dianalisis adalah
unsur curah hujan yang sangat berperan langsung terhadap pertumbuhan tanaman
dibanding unsur-unsur iklim lainnya. Hal ini tampak nyata terutama pada daerah
pesawahan tadah hujan, sehingga diperlukan upaya yang sistematis dan praktis
untuk memahami perilaku iklim.
1.2
Tujuan
Pratikum ini bertujuan untuk menentukan kelas iklim suatu tempat dengan
menggunkan cara klasifikasi schmit dan ferguson dan cara klasifikasi oldemann.
METODELOGI
Praktikum agroklimatologi dilaksanakan pada hari Rabu,
jam 16.00 wib sampai dengan selesai di laboratorium ilmu tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu.
1.1. Bahan dan Alat
Data hujan jangka panjang (minimal 10 tahun)
1.2. Metodelogi
1.
Dikumpulkan data hujan dari beberapa
stasiun kawasan berdekatan yang mempunyai masa pendekatan lebih dari 10 tahun.
2.
Membuat rataan bulan masing-masing
data tersebut.
3.
Diklasifikasikan data iklim tersebut
menurut cara klasifikasi schmit dan ferguson dan cara olemann.
4.
Apakalah hasil dua macam klasifikasi
tersebut sama. Jika berbeda jelaskan mengapa apabila terjadi perbedaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Penilaian
Tabel 1. Data pemeriksaan cuaca hujan jangka panjang (10 tahun)
Tahun
|
Jan
|
Feb
|
Mar
|
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agts
|
Sep
|
Okt
|
Nop
|
Des
|
2007
|
319,7
|
395
|
429
|
183
|
147
|
435,5
|
140
|
21
|
267,5
|
243,5
|
451,5
|
552
|
2008
|
201
|
306,5
|
616
|
389,3
|
81
|
41,3
|
75,5
|
195
|
164,3
|
157,3
|
581,8
|
624,4
|
2009
|
410,4
|
145,2
|
263,3
|
558,9
|
282,8
|
120,3
|
142,5
|
131,2
|
100
|
247
|
363,2
|
744
|
2010
|
215,4
|
421,5
|
381
|
299,9
|
170,9
|
133,8
|
449,5
|
359,2
|
277
|
350,8
|
263
|
339
|
2011
|
160,2
|
61,7
|
214,4
|
298,7
|
344,8
|
315,5
|
93,7
|
152,8
|
46
|
67,9
|
216,4
|
301
|
2012
|
168,4
|
123,7
|
152,5
|
251,9
|
177,1
|
82,4
|
144
|
76,3
|
15,2
|
287,5
|
632,8
|
329
|
2013
|
731,3
|
340,5
|
402,4
|
216,9
|
407,3
|
326,6
|
261,3
|
173,8
|
656,9
|
129
|
746
|
200
|
2014
|
631,5
|
184,3
|
155
|
568,5
|
444,3
|
112,9
|
204,3
|
523,3
|
66
|
229,6
|
612,1
|
744
|
2015
|
405,5
|
245,8
|
92,3
|
372,7
|
230,8
|
98,6
|
0
|
217,9
|
64
|
0
|
514,1
|
744
|
2016
|
410,6
|
424
|
497,8
|
416,3
|
432,3
|
181
|
202
|
496,7
|
466
|
201,5
|
0
|
0
|
∑
|
3654
|
2648,2
|
3203,7
|
3556,1
|
2718,3
|
1847,9
|
1712,8
|
2347,2
|
2122,9
|
1914,1
|
4380,9
|
4577,4
|
Ratan
|
365,4
|
264,82
|
320,37
|
355,61
|
271,83
|
184,79
|
171,28
|
234,72
|
212,29
|
191,41
|
438,09
|
457,74
|
ket
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
BB
|
Klasifikasi Iklim Menurut Schimith
Dan Ferguson
a)
Bulan Basah (BB) > 100 mm
b)
Bulan Lemban (BL) 60-100 mm
c)
Bulan Kering (BK) <60 mm
Tabel 2. Tipe iklim menurut schmith
dan ferguson
Nilai Q (%)
|
Tipe iklim
|
Keterangan
|
0-14,3
|
A
|
Sangat basah
|
14,3- 33,3
|
B
|
Basah
|
33,3-60
|
C
|
Agak basah
|
60-100
|
D
|
Sedang
|
100-167
|
E
|
Agak sedang
|
167-300
|
F
|
Kering
|
300-700
|
G
|
Sangat kering
|
>700
|
H
|
Ekstrim
|
Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman
a)
Bulan Basah (BB) > 200 mm
b)
Bulan Lembab (BL) 100-200 mm
c)
Bulam Kering (BK) <100 mm
Tabel 3. Tipe iklim menurut oldemann
Zona
|
Klasifikasi
|
BB
|
BK
|
Keterangan
|
A
|
A1
|
10-12 bulan
|
0-1 bulan
|
Dapat ditanami padi secara terus
menerus sepanjang tahun
|
A2
|
2 bulan
|
|||
B
|
B1
|
7-9 bulan
|
0-1 bulan
|
Hanya dapat ditanami dua periode
dalam satu tahun
|
B2
|
2-3 bulan
|
|||
B3
|
7-8 bulan
|
4-5 bulan
|
||
C
|
C1
|
5-6 bulan
|
0-1 bulan
|
Dapat dipaneni padi dua kali dalam
satu tahun dalam satu tahun dimana penanaman padi curah hujan dibawah 200 mm
per bulan
|
C2
|
2-3 bulan
|
|||
C3
|
4-6 bulan
|
|||
C4
|
5 bulan
|
7 bulan
|
||
D
|
D1
|
3-4 bulan
|
0-1 bulan
|
Hanya dapat ditanami padi satu
kali masa tanam
|
D2
|
2-3 bulan
|
|||
D3
|
4-6 bulan
|
|||
D4
|
7-9 bulan
|
|||
E
|
E1
|
0-2 bulan
|
0-1 bulan
|
Penanaman padi tidak diajurkan
tanpa irigasi yang baik
|
E2
|
2-3 bulan
|
|||
E3
|
4-6 bulan
|
|||
E4
|
7-9 bulan
|
|||
E5
|
10-12 bulan
|
Tabel 4. Klasifikasi iklim menurut
Schmith dan Oldemann
No
|
Tahun
|
Curah hujan
|
Nilai Q
|
Klasifikasi iklim
|
|
Schmith dan Ferguson
|
Oldemann
|
||||
1
|
2007
|
3584,7
|
9,1
|
sangat basah
|
a1
|
2
|
2008
|
3433,4
|
9,1
|
sangat basah
|
b2
|
3
|
2009
|
3508,8
|
8,3
|
sangat basah
|
a1
|
4
|
2010
|
3661
|
9,1
|
sangat basah
|
a1
|
5
|
2011
|
2273,1
|
9,1
|
sangat basah
|
b3
|
6
|
2012
|
2440,8
|
9,1
|
sangat basah
|
b2
|
7
|
2013
|
4592
|
8,3
|
sangat basah
|
a1
|
8
|
2014
|
4475,8
|
8,3
|
sangat basah
|
a1
|
9
|
2015
|
2985,7
|
20
|
basah
|
c3
|
10
|
2016
|
3728,2
|
20
|
basah
|
a2
|
3.2. Pembahasan
Klasifikasi Iklim dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi genetis dan
klasifikasi empirik. Dalam klasifikasi iklim yang digunakan adalah klasifikasi
empirik. Klasifikasi empirik dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi berdasarkan
klasifikasi berdasarkan Moesture Budget (Thornthwaite) dan Klasifikasi
berdasarkan pertumbuhan vegetasi alami. Sedangkan yang akan dibahas dalam praktikum
ini adalah klasifikasi berdasarkan pertumbuhan vegetasi alami. Diantaranya
klasifikasi Schmidt and Fergusson, dan Oldeman.
Sistem Klasifikasi Schmitd dan Fergusson, merupakan metode yang memiliki
kesamaan dengan sistem klasifikasi Mohr. Metode Schmitd-Fergusson didasarkan
pada bulan kering dan bulan basah. Berdeda dengan Mohr yang mencari bulan basah
dan bulan kering melalui harga rata-rata curah hujan untuk setiap bulan,
sedangkan Schmitd-Fergusson pencarian bulannya untuk masing-masing satu tahun. Hasil
yang di dapat dari perhitungan data selama 10 tahun terakhir didapat hujan
sepanjang tahun pada tahun 2009 dengan bulan kering bernilai 0 disusul pada
tahun 2013 dan 2014, pada tahun 2014 mencapai jumlah hujan yang turun ke bumi
sebanyak 4475,8. Kelebihan sistem klasifikasi ini adalah mengetahui pergeseran
iklim setiap tahun, mempermudah pengamatan dalam melihat kapan terjadinya bulan
kering dan bulan basah. Kekurangan klasifikasi ini, adalah kriteria untuk bulan
basah ataupun bulan kering untuk beberapa wilayah terlalu rendah, hal ini akan
terjadi kesulitan dalam mengelompokan bulan kering dan bulan basah pada suatu
daerah. Secara umum klasifikasi ini banyak dipakai di bidang perkebunan dan
kehutanan. Klasifikasi iklim menurut shmith dan ferguson pada thun 2007 sampai
2014 memiliki nilai Q yang hampir sama dengan tipe iklim A yang menunjukkan
sangat basah sedakang pada tahun 2015 dan 2016 memiliki nilai 20 dengan tipe B
ykni basah.
Sistem klasifikasi menurut Oldeman. Oldeman memakai dasar unsur curah hujan
dalam hubungannya dengan kebutuhan air tanaman, tanaman yang digunakan adalah
tanaman semusim yaitu padi dan palawija. Selain itu Oldeman juga menggunakan
penggolongan iklim seperti sistem klasifikasi Mohr dan Schmitd-Fergusson. Hanya
saja terdapat perbedaan penentuan batas curah hujan. Pada metode Oldeman, bulan
basah mempunyai curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm, bulan lembab mempunyai
curah hujan 100-200 mm, dan bulan kering mempunyai curah hujan kurang dari 100
mm. Sistem klasifikasi Oldeman ini dibantu dengan menggunakan ”Segitiga
Agroklimat”. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bulan kering terdat pada
tahun 2015 dengan jumlah 5 bulan kering. Sedangkan dalam klasifikasi iklim
menurut oldemaan diketahui bahwa tahun 2007, 2009, 2010, 2013, 2014 dengan tipe
A1 dan 2016 dengan tipe A2 yang dapat ditanami padi secara terus menerus
sepanjang tahun. Pada tahun 2008, 2012 dengan tipe B2 dan 2011 dengan tipe B3,
kedua tipe ini hanya dapat ditanami dua periode dalam satu tahun. Sedangkan
pada tahun 2015 hanya dapat dipaneni padi dua kali dalam satu tahun dalam satu
tahun dimana penanaman padi curah hujan dibawah 200 mm per bulan dengan tipe
iklim C3.
Didaerah bengkulu bulan basah sangat banyak dan merata sepanjang tahun.
Setelah mengklasifikasikan iklim dengan data curah hujan pada 10 tahun terakhir
ini menurut schmith dan ferguson bahwa di bengkulu hanya terbagi tipe iklim A
dan B yakni Sangat Basag dan Basah. Sedangkan, menurut Oldemann klasifikasi
iklim di bengkulu masuk ke 3 Zona yang pertama zona A dengan klasifikasi tipe
A1 dan A2, ke dua zona B dengan klasifikasi tipe iklim B2 dan B3, dan yang
terakhir zona C dengan klasifikasi iklim C3 yang dapat dipaneni padi dua kali
dalam satu tahun dalam satu tahun dimana penanaman padi curah hujan dibawah 200
mm per bulan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Klasifikasi iklim didaerah Bengkulu
dengan data curah hujan 10 tahun terakhir. Menurut schmith dan ferguson bahwa
di bengkulu hanya terbagi tipe iklim A dan B yakni Sangat Basah dan Basah.
Sedangkan, menurut Oldemann klasifikasi iklim di bengkulu masuk ke 3 Zona yakni
zona A zona, zona B dan zona C.
4.2. Saran
Saran saya untuk pratikum kali ini
seharusnya data yang mau dihitung sudah dilampirkan dalam buku penuntun agar
praktikan mudah dan lancar dalam menggunakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, F., dan S, Dina. 2012.
Sistem Pola Tanam di Wilayah Priangan Berdasakan Klasifikasi Iklim Oldeman. Gea. 12: 61-70.
Irianto, G. 2003. Implikasi
Penyimpangan Iklim Terhadap Tataguna Lahan. Makalah Seminar Nasional Ilmu
Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Susandi, A. 2002. The Impact
Internasiona Climate Policy on Indonesia Report 341. Max Planck Institute of
Meteorology. Hamburg.
Team Penyusun Agroklimatologi.
2016. Penuntun Pratikum Agroklimatologi. Jurusan Budidaya Pertanian.
Universitas Bengkulu: Bengkulu.
Wisnubroto, S., Siti Leca, A.,
Mulyono, N. 1983. Asas-asas Meteorologi Pertanian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
EmoticonEmoticon