BAB I
PEDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Debit adalah banyak air yang mengalir persatuan waktu.
Biasanya banyak air yang mengalir diukur dengan satuan liter atau m3
dan satuan waktu pengaliran adalah detik, menit, atau jam. Besarnya debit air
yang mengalir terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu: luas penampang
lintang aliran air dan kecepatan aliran air. Secara matematis hal tersebut di
atas dapat diformulasikan sebagai berikut:
Q = A x V
.................................................................................
(1)
Keterangan:
Q = debit air, m3/det
A = luas penampang lintang air yang mengalir (m3)
V = kecepatan aliran air, m/det(Sigit Sudjatmiko dan Sigit Mujiharjo, 2016).
Nilai V yang diperoleh dengan metoda pelampung masih
merupakan nilai kasar atau nilai yang mencerminkan nilai kecepatan aliran
dipermukaan. Untuk memperoleh kecepatan aliran sesungguhnya nilai V yang
diperoleh dapat menggunakan rumus yang telah dipelajari pada kegiatan praktikum
ke -9.
Pengertian debit adalah banyaknya air yang mengalir persatuan waktu.
Satuan debit yang digunakan dalam system satuan SI adalah meter kubik per detik
(m3 / detik). Menurut Harsono B (2002), debit aliran adalah laju aliran air
(dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai
persatuan waktu. Dalam system SI besarnya debit dinyatakan dalam sattuan meter
kubik. Debit aliran juga dapat dinyatakan dalam persamaan Q = A x v (Harsoyo,
2002).
Pengukuran debit
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dengan
menggunakan sekat ukur, dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
mengukur luas saluran dan mengatur aliran air. Kecepatan aliran air (V) dapat
diukur dengan berbagai cara seperti menggunakan metode pelampung, current
meter, atau dengan menggunakan persamaan (Hasibuan, 2009).
Pengukuran luas
penampang aliran dilakukan dengan membuat profil penampang melintangnya dengan
cara mengadakan pengukuran kea rah horikzonta l(lebar aliran) dan ke arah
vertical (kedalamam aliran).Luas aliran merupakan jumlah luas tiap bagian
(segmen) dari profil yang terbuat pada tiap bagian tersebut di ukur kecepatan
alirannya. Debit aliran di segmen = ( Qi ) = Ai x Vi. Keterangan :
Qi : Debit aliran segmen I, Ai : Luas aliran pada segmen I, Vi :
Kecepatan aliran pada segmen i (Takeda, 2007).
Saluran irigasi teknis dibangun
ditunjukkan dengan adanya sekat sebagai saluran tempat mengalirnta air. Untuk
mengatur volume dan kecepatan air, saluran harus dibagi-bagi. Adanya kotoran
dan sampah yang tertimbun juga dapat mengganggu aliran air. Saluran air juga
dapat membendung jika terjadi banjir sewaktu-waktu (Wirawan,1991).
Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah
satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern
irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan
oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal.
Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET),
sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti
penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. (Sudjarwadi
1990). Kemampuan
pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk merancang sistem irigasi serta
mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat
dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan
melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada.
Teknik pengukuran debit aliran
langsung di lapangan pada dasarnya dapat dilakukan melalui empat katagori (
Gordon et al., 1993):
1.
Pengukuran volume air sungai
2.
Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran
dan menentukan luas penampang melintang sungai.
3.
Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia (
pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method).
4.
Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukuran
debit seperti weir ( aliran air lambat) atau flume (
aliran cepat).
Saluran irigasi
air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah yang dimulai setelah
bangunan intake / pompa sampai lahan yang diairi (PP No. 20 tahun 2006).
Saluran irigasi terbagi atas 3 jenis yaitu :
A.
Saluran Primer
Saluran primer
adalah saluran yang membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke
petak-petak tersier yang akan diairi. Petak tersier adalah kumpulan petak-petak
kuarter, tiap petak kuarter memiliki memiliki luas kurang lebih 8 s.d. 15 ha.
Sedangkan petak tersier memiliki luas antara 50 s.d. 150 ha.
B.
Saluran Sekunder
Saluran
sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran primer ke petakpetak
tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
C.
Saluran Tersier
Saluran tersier
adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier dari jaringan utama
ke dalam petak tersier saluran kuarter. Saluran kuarter membawa air dari boks
bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke
petakpetaksawah. (Herliyani at al, 2012)
Lahan sawah dengan irigasi teknis
yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang
agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat
sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Biasanya lahan sawah irigasi teknis
mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer dan sekunder serta
bangunannya dibangun dan dipelihara oleh pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis:
Air dapat diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunan
permanennya. Lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik
yang bangunan penyadap dan jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai dinas
pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat. Kadar air tanah
yang lebih rendah pada tanah sawah yang diolah sempurna disebabkan oleh
porositas tanah lebih tinggi, sehingga kehilangan air lebih banyak
(Notohadiprawiro, T. 1992)
Pengaruh air irigasi pada tanah yang
dialirinya dapat bersifat netral, implementer, memperkaya ataupun memiskinkan.
Air irigasi bersifat netral yaitu didapatkan pada tanah-tanah yang menerima
pengairan dari air yang berasal dan memlalui daerah aliran yang memiliki jenis
tanah yang sama dengan tanah yang dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada
tanah yang telah kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan
unsur-unsur hara lain dari air irigasi. Air irigasi bersifat memperkaya tanah
apabila kandungan unsur hara akibat dari pengairan lebih besar jumlahnya
daripada unsure hara yang hilang karena paen, drainase atau pengairan.
Pencucian unsur hara dari permukaan kompleks adsorpsi dan larutan tanah oleh
air irigasi bersifat memiskinkan tanah ( Suyana et al, 1999).
1.2
Tujuan Pratikum
Mengetahui
besar debit air yang mengalir di saluran irigasi kemumu serta menghitung waktu
yang diperlukan untuk mengairi lahan sawah yang ditetapkan.
METODOLOGI
1.1
Alat dan Bahan
1.1.1 Waktu dan temat
pratikum
Pratikum dilaksanakan
pada tanggal, 30 April 2016 di Irigasi Kemumu, Bengkulu Utara.
1.1.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengukuran debit air
saluran terbuka dan menghitung lama waktu irigasi adalah pelampung (kayu dan
gabus), current meter, stop watch, buku pratikum, dan meteran/alat pengukur
panjang.
1.2
Prosedur Kerja
Dalam praktikum acara ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Dipilih bagian saluran
irigasi Kemumu yang sudah dekat dengan sawah. Dipilih lokasi yang lurus dengan
perubahan lebar sungai, dalam air dan gradien yang kecil.
2.
Ditetapkan dua buah titik
(patok) tempat pengamatan dengan jarak kisaran 20m.
3.
Pelampung dilemparkan ke
sungai dengan jarak 20 m sebelah hulu titik pengamatan pertama.
4.
Waktu tempuh pelampung
antara dua titik pengamatan tersebut di atas dicatat dengan menggunakan stop
watch.
5.
Kecepatan aliran dapat
diperoleh dengan membagi jarak tempuh dengan waktu tempuh pelampung antara dua
titik pengamatan.
6.
Selain dengan pelampung,
hal ini dapat di ukur dengan menggunakan alat current meter yang disediakan.
7.
Dipilih kedalaman
tertentu dari saluran irigasi, ukur kecepatan alirannya pada berbagai kedalaman
sesuai dengan kondisi di lapang.
8.
Untuk mengukur luas
penampang lintang aliran air, maka bagian penampang aliran tersebut dibagi atas
beberapa bagian (sesuai dengan lebar dan kondisi dasar aliran air). Tujuan
pembagian ini adalah untuk memperoleh hasil perhitungan yang mendekati luas
sebenarnya.
9.
Jumlah luas dari
bagian-bagian tesebut merupakan luas penampang lintang aliran.
10.
Pengukuran kecepatan
aliran air diulang sebanyak 3 kali setiap pelampung.
11.
Dihitung berapa waktu
yang dibutuhkan untuk mengairi sawah (luasan diukur dilapangan) dengan volume
200 mm.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Pengamatan
Tabel 1. Pengamatan saluran sekunder
secara manual:
Keterangan:
Jeluk = 45 cm
Kanan = 44 cm
Kiri = 43 cm
Lebar = 168 cm
Panjang = 20 m
Tinggi air = 42
cm
gambar
penampang saluran irigasi:
L .kanan
T
L
|
L. kiri
Ulangan
|
Jenis
Pelampung
|
Jarak
Tempuh (m)
|
KecepatanAliran
(m/det)
|
Waktu
Tempuh (det)
|
Luas
Penampang
(m2)
|
Debit
(m3/det)
|
1
|
Kayu
|
10
|
0.34
|
29
|
33.6
|
11.4
|
Gabus
|
10
|
0.31
|
32
|
33.6
|
10.4
|
|
2
|
Kayu
|
10
|
0.31
|
32
|
33.6
|
10.4
|
Gabus
|
10
|
0.29
|
34
|
33.6
|
9.7
|
|
3
|
Kayu
|
10
|
0.34
|
29
|
33.6
|
11.4
|
Gabus
|
10
|
0.34
|
29
|
33.6
|
11.4
|
|
Rata – rata
|
10
|
0.32
|
30.83
|
33.6
|
10.78
|
Tabel 2.
Pengamatan pada saluran sekunder dengan menggunakan alat (current meter).
Metode
3 titik
|
KecepatanAliran
(m/det)
|
Kedalaman
(m)
|
Lebar
(m)
|
Luas
Penampang(m2)
|
Debit
(m3/det)
|
||||
Aliran
Tengah
|
Tepi
atas kiri
|
Tepi
atas kanan
|
|||||||
T1
|
0.7
|
0.5
|
0.6
|
0.45
|
1.68
|
0.756
|
0.53
|
0.38
|
0.45
|
T2
|
0.7
|
0.6
|
0.7
|
0.45
|
1.68
|
0.756
|
0.53
|
0.45
|
0.53
|
T3
|
0.6
|
0.6
|
0.6
|
0.45
|
1.68
|
0.756
|
0.45
|
0.45
|
0.45
|
Rata – rata
|
1.68
|
0.756
|
0.50
|
0.43
|
0.48
|
Pengamatan
pada Saluran Tersier (saluran yang membagi ke lahan pertanian)
Volume:
200 mm
Luas sawah = 1 ha
Asumsi :Tanaman :padi
Kondisi :vegetatif 1 dan
vegetatif 2
ET0 = 3
Kc = 1.4
v ETC
= ET0x Kc
= 3 x 1.4 = 4.2 mm
v Kebutuhan
air tanaman per hari
1 ha x 4.2 mm = 104 m2
x 0.0042 = 42 m3
v A
= p x l
=
2000 cm x 168 cm
= 336000 cm2
= 33.6 m2
v Q
= A x V= 33.6 m2
x 0.2 m/s
=6.72 m3/s
v Waktu yang
dibutuhkan untuk mengairi lahan 1 ha :
42 m3 / 6.72 m3/s
= 6.25s / 60 s = 0.10 menit.
3.2 Pembahasan
Pengukuran
debit air pada saluran terbuka yang dilaksanakan pada hari sabtu, 30 April 2016
di kemumu, Bengkulu Utara. Pada pengukuran debit air di saluran sekunder
(manual dan current meter) dan saluran tersier. Pengukuran debit air
menggunakan alat Current meter dengan menggunakan metode 3 titik, metode ini
digunakan pada kecepatan arus yang tidak normal (non parabolik), contohnya
dapat digunkan untuk sungai yang banyak terdapat tanaman air yang tumbuh.
Pengukuran
pada saluran sekunder secara manual dengan metode pelampung diukur mengunakan
bahan kayu dengan jarak tempuh 10m membutuhkan waktu 29 detik pada ulangan
pertama, 32 detik ulangan kedua dan 29 detik ulangan ketiga, dengan demikian
rataan pada ketiga percobaan tersebut dalam menempuh jarak 10m pelampung kayu
membutuhkan waktu 30 detik. Pelampung pembanding yang digunakan selanjutnya
adalah berbahan gabus. Percobaan yang sama pelampung gabus untuk menempuh jarak
10m pada ulangan yang pertama memerlukan waktu 32 detik, ulangan kedua 34 detik
dan yang ketiga 29 detik maka rataan waktunya 31.7 detik. Selanjutnya kedua
rataan tersebut diratakan kembali sehingga kecepatan rata-rata sebesar 0.32 m/s
dengan luas penampang sebesar 33.6 m diperoleh rataan debit air sebesar 10.78m3/secon.
Hal ini berarti dalam satu detik saluran primer mengeluarkan air sebanyak 10780
liter. Hasil ini merupakan perhitungan debit permukaan. Teori yang ada bahwa
debit air yang berada pada saluran irigasi memiliki perbedaan antar kedalaman.
Pengukuran
debit air yang selanjutnya masih saluran sekunder tapi mnggunakan alat current
meter dengan metode 3 titik (T1, T2, dan T3). T1 dengan KecepatanAliran (m/det) pada Aliran Tengah0.7, tepi atas kiri 0.5,
dan Tepi atas kanan0.6,
dengan Luas Penampang0.756m2 dan di dapat nilai Debit (m3/det)air
aliran tengah 0.53, tepi atas kiri 0.38 dan sedangkan tepi atas kanan 0.45.
Untuk nilai T2 dengan KecepatanAliran (m/det) pada Aliran Tengah 0.7,
tepi atas kiri 0.6,Tepi atas kanan 0.7
dan Luas Penampang0.756 m2. Nilai debit air aliran
tengah 0.53, tepi atas kiri 0.45dan sedangkan tepi atas kanan 0.53.
sedangkan untuk nilai T3 dengan Luas Penampang0.756 m2, pada nilai KecepatanAliran
(m/det) Tengah 0.6, tepi atas kiri 0.6, Tepi atas kanan 0.6 dan dapat nilai debitnya adalah 0.45.
Pengamatan
pada saluran tersier akan memfokuskan pada kebutuhan waktu untuk memenuhi
kebutuhan tanaman. Contoh yang digunakan menunjukkan komoditi padi pada fase
vegetatif 1 dan vegetatif 2. Perhitungan ini pada dasarnya untuk menentukan
waktu sehingga kita dapat meng efisenkan pengunaan air. Hasil hitung diperoleh
waktu yang dibutuhkan hanya 0.10 menit atau 6 detik untuk mengairi sawah pada
tanaman padi dengan nilai kc dan ET0. Dengan demikian pengunaan air
yang perlu di alirkan hanya selama 6 detik, jika melebihi waktu tersebut maka
air yang diselebihnya hanya sia-sia terbuang.
Pengetahuan
ini penting bagi petani. Hal ini ditinjau pada jumlah air yang semakin lama
jumlahnya berkurang dan tidak nenentu. Pengetahuan semacam ini tentu jika
disosialisasikan pada petani akan menambah efisiensi air dan tidak akan terjadi
defisit air selama proses budidaya dilahan.
BAB IV
KESIMPULAN
Debit
air pada pengukuran dengan metode sederhana menunjukkan setiap detiknya irigasi
sekunder mampu menyuplai air sebanyak 10.780 liter. Hasil pengukuran mengunakan
current meter menujukkan bahwa perdetik saluran sekunder mengalir sama.
Perbedaan debit ini terjadi dimungkinkan karena ketidak sesuaian prosedur
pengukuran atau alat yang digunakan. Nilai debit air yang sebenarnya paling
mendekati adalah hasil current meter, sebab pada pengukurannya eror hanya
sedikit terjadi, sedangkan metode pelampung banyak terjadi kesalahan baik dari
segi lingkungan maupun teknisnya.
Kebutuhan
waktu pengairan sebenarnya bergantung pada komoditi dan jenis tanahnya. Prinsip
dasar yang perlu kita anut bahwa penghitungan waktu ini erat kaitannya dengan
efisiensi air. Hal ini diperhatikan dengan pertimbangan bahwa jumlah air setiap
musim tanam tidak sama maka untuk membagi air yang seefisien mungkin perlu
pengetahuan tentang lama waktu pengairan.
DAFTAR PUSTAKA
Gordon, Judit R.1993. A
Diagnostic Approach to Organizational Behavior Boston: Allyn and Bacon.
Harsoyo,
Bangun. 2002. Pengelolaan Air Irigasi. Dinas Pertanian Jawa Timur.
Hasibuan,
A 2009. Efisiensi Air Irigasi dan Drainase pada Tanaman Padi Sawah. Jurnal
Agrikultura. 2 (4) : 22-34
Herliyani
at al, 2012. Identifikasi Saluran Primer Dan Sekunder Daerah
Irigasi Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Banjarmasin. Jurnal Intekna, Tahun Xii, No. 2: 132 -
139
Kartasapoetra,
Ir. A.G. dan Sutedjo Mulyani. 1986. Teknologi Pengairan Pertanian. Penerbit
Bina Aksar: Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 1992. Sawah
Dalam Tata Guna Lahan. Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek
Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM, Yogyakarta.
Sudjatmiko, S. dan S.
mujiharjo. 2016. Penuntun Pratikum
Irigasi dan Drainase. Fakultas Pertanian Unib: Bengkulu.
Suyana, at al.1999. Evaluasi
Sumbangan Hara dan Kualitas Air dari Irigasi Bengawan Solo. Laporan
Penelitian. LembagaPenelitian Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.
Takeda
S 2007. Water Management in The Field. Kyoto: Kyoto University Press
Wirawan. 1991. Pengembangan
dan Pemanfaatan Lahan Sawah Irigasi, hal 141- 167. dalam E. Pasandaran
(edt). Irigasi di Indonesia Strategi danPengembangan. LP3ES. Jakarta.
EmoticonEmoticon